Tidak ada musuh atau teman abadi di dalam dunia poltik, yang ada hanya kepentingan abadi. Frasa yang kerap kita dengar ini tampaknya tidak berlaku bagi Ketua Umum PDI Perjuagan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sudah menjadi rahasia umum, putri pertama Presiden Soekarno itu tidak menyukai Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Apa pasal? Presiden Ke-5 Megawati menyebut SBY berbohong atau tidak jujur ketika ditanya soal niat untuk mencalonkan diri menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Ceritanya, dalam suatu sidang kabinet, Presiden Megawati bertanya kepada para menterinya, “Siapa di antara kita yang maju di pilpres?”
Hamzah Haz dan Yusril Ihza Mahendra kompak menjawab bahwa keputusan maju-tidaknya mereka sebagai calon presiden (capres), tergantung pada keputusan partai. Tiba pada giliran SBY yang menjawab pertanyaan atasannya, Panglima Jendral TNI ini pun dengan tegas mengatakan, dirinya tidak akan maju sebagai calon Presiden.
Padahal, dalam suatu kesempatan, SBY yang ketika itu menjabat sebagai Menko Polhukam Kabinet Gotong-royong, pernah menanyakan langsung kepada Megawati bahwa dia bersedia menjadi calon Wakil Presidenuntuk mendampingi Megawati.
Ironis memang, SBY malah melakukan manuver politik, bahkan foto-nya muncul dalam iklan-iklan kampanye pemilu. Kepalang tanggung, SBY mulai jarang menghadiri rapat kabinet.
Di hadapan wartawan, SBY menyatakan, sebagai menteri ia dikucilkan oleh Megawati. SBY melakukan politik pencitraan, memanfaatkan momentum itu. SBY menuntaskan semuanya dengan pengunduran diri sebagai Menpolhukam, pada 11 Maret 2004.
Taufiq Kiemas, kemudian angkat suara kala itu. Dia menyebut SBY sebagai ‘anak kecil’ karena tak berani bicara langsung dengan Megawati. Publik semakin gempar. Pernyataan itu memunculkan simpati kepada SBY sebagai pihak yang ‘terzalimi’.
SBY gerak cepat dan langsung mendirikan Partai berlogokan Mercy. Panda Nababan sebagai wartawan senior, acapkali diundang SBY dalam rapat-rapat di Hotel Four Seasons. Tampaknya pada saat itu, Panda tak dilihat sebagai “kader PDI Perjuangan”.
Tak lama, Partai Demokrat memiliki pengurus di seluruh provinsi. Sehingga, bisa mengusung pasangan SBY-Jusuf Kalla sebagai capres dan cawapres.
Pada Pilpres 2004, tercatat ada lima pasangan yang mengikuti kontestasi Pemilu perdana tersebut. Pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dan SBY-Jusuf Kalla dinyatakan lolos pada Putaran II. Pada putaran II yang berlangsung pada 20 September 2004, pasangan SBY-Jusuf Kalla akhirya memenangkan Pilpres 2004.
Benih permusuhan pun tumbuh, Megawati tidak menghadiri pelantikan mantan anak buahnya itu yang terselenggara pada 20 Oktober 2004. Bukan sekedar undangan berbentuk tulisan, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie berkali-kali membujuk Megawati untuk hadir. Apa hasil? Megawati keukeh tidak mengikuti pelantikan SBY.
SBY tampaknya gusar. Belum setahun menjabat sebagai presiden, Ia ingin bertemu dengan Megawati. SBY lalu menyampaikan pesan bahwa dirinya menunggu kedatangan Megawati di Istana Merdeka.
Megawati yang sebenarnya tidak mau bertemu SBY, kemudian memutuskan Panda Nababan pergi menemui SBY di istana. “Panda kan Batak dan kamu juga kan wartawan,” kata Megawati memberi alasan.
Megawati menitip lima pertanyaan untuk SBY. Dia ingin tahu bagaimana klarifikasi SBY terhadap pertanyaannya. Setelah itu, nantinya bisa menjadi pertimbangan, apakah mereka akan bertemu atau idak.
Hari itu merupakan momentum yang fantastis bagi Panda Nababan. Bagaimana tidak, Panda menghadap SBY dengan lima pertanyaan dari Megawati, yang terkesan bagai “intelijen” aja
“Mohon maaf, Pak Presiden, apakah kita bisa bicara berdua,” kata Panda meminta izin. SBY mengiyakan, lalu meminta orang yang di sebelahnya, yaitu Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, untuk meninggalkan mereka.
“Ibu Megawati di mana? Ibu enggak bisa datang?” tanya SBY.
Kemudian Panda menjelaskan bahwa Megawati bersedia bertemu SBY kalau dia sudah mengklarifikasi lima pertanyaan yang dititipkan kepada dirinya.
“Apa pertanyaan itu?” kata SBY.
Sambil membuka notes, Panda pun memaparkan lima pertanyaan itu satu per satu.
“Pertama, apakah benar Bapak mengatakan, ‘Saya ini sebenarnya sudah di comberan, kemudian saya di-wongke [dimanusiakan] Ibu Megawati.’ Benar enggak?” tanya Panda.
“Nanti saya jawab,” kata SBY. “Pertanyaan kedua apa?” tambahnya.
“Apakah benar Bapak pernah membuat kegiatan politik di Kantor Menkopolhukam? Ibu mengetahui, karena selaku Presiden mendapat informasi A1 juga.”
“Oke ini nanti saya jawab,” Jawab SBY.
“Ketiga, ketika sidang kabinet yang dipimpin Presiden Megawati, beliau bertanya, ‘Siapa di antara kita yang maju di pilpres?’ , Pak SBY menjawab tidak maju. Apakah itu benar?”
SBY tercengang. seakan tidak percaya kalau Mega bertanya sedetail itu.
Keheningan itu terpecah saat Panda membacakan pertanyaan keempat, “Ketika Presiden Megawati menerima Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti di Istana Merdeka, kemudian Pak SBY datang ingin bertemu Ibu Presiden, karena itu pertemuan dengan Kuntjoro-Jakti dipercepat supaya Megawati bisa menerima Pak SBY. Pada pertemuan itu, Pak SBY mengatakan, ‘Saya bersedia menjadi Wakil Presiden mendampingi Ibu Mega.’ Apakah yang disampaikan Ibu Megawati ini benar?”
SBY tak menoleh. Wajahnya sangat kaku.
“Terakhir, Pak Susilo, pertanyaan kelima dari Ibu Megawati, Pak SBY mengatakan sering dikucilkan oleh Ibu Megawati, tidak diundang dalam rapat kabinet. Apakah itu betul?”
SBY melanjutkan keheningannya. Dari lima pertanyaan, tak satu pun dijawab oleh Presiden SBY. Dia pun bersandar ke sofa sambil menengadahkan kepalanya ke langit-langit dengan mata terpejam selama 30 menit.
“Apakah ada yang salah dari pertanyaan itu Pak Susilo?” tanya Panda mencairkan kebekuan.
“Oh, tidak, tidak,” jawab SBY menggeleng.
“Terus, apa yang saya sampaikan nanti ke Ibu Megawati tentang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu?” tanya Panda lagi.
“Nanti akan saya jelaskan,” jawab Presiden SBY.
Usai pertemuan dramatis itu, dalam suatu kesempatan, Panda bertemu dan menceritakan semuanya kepada Megawati. Panda mengatakan, tak satu pun pertanyaan yang diajukan, mampu dijawab SBY. Mega punmerespon dengan raut kekecewaan di wajahnya.
“Dia tidak jujur. Kalau dia jujur, mudah menjawab pertanyaan itu semua. Itulah kalau berbohong,” ketus Megawati.
Tak hanya SBY, Megawati enggan bertemu dengan Amien Rais. Amien disebut berhasil memecah persahabatan antara Gus Dur dengan Megawati, dengan iming-iming kursi Presiden dengan merek “Poros Tengah.”
“Aku tidak bisa melupakan itu, Pan,” kata Megawati kepada Panda
Cerita lengkapnya bisa dibaca di buku Panda Nababan Lahir sebagai Petarung: Sebuah Otobiografi(2021).