Panda dan Jokowi yang terlihat sangat santai ketika mampir di rumah Panda di Medan. Saat itu Jokowi masih menjabat Gubernur DKI Jakarta.

Siapa yang menduga, pemilihan presiden (Pilpres) 2014 menjadi sejarah bagi Bangsa Indonesia. Pasalnya, negeri ini memiliki pemimpin yang bukan berasal dari latar belakang elite politik atau militer Indonesia.

Ya, namanya Joko Widodo atau akrab dipanggil Jokowi. Perjalanan Jokowi di percaturan politik di Indonesia tergolong instan. Jika melihat 10 tahun ke belakang, sebelum ia menjadi presiden, Jokowi hanya seorang ‘pengusaha mebel’.

2005, menjadi pijakan pertama Jokowi memasuki dunia politik. 28 Juli 2005, ia resmi menjadi Walikota Surakarta ke-16 melalui kendaraan politik PDI Perjuangan. 7 tahun memimpin Surakarta, Jokowi terbang ke ibukota negara. 15 Oktober 2012, ia menjadi Gubernur DKI Jakarta ke-14.

Selama memimpin Solo dan DKI Jakarta, nama Jokowi semakin moncer di masyarakat. Kegiatan ‘blusukan’ yang ia lakukan, membuat masyarakat datang berduyun-duyun untuk berswafoto atau menyalami alumni Universitas Gajah Mada ini.

Kegiatan ini kerap diabadikan di koran maupun televisi-televisi swasta.

Ada sebuah cerita menarik soal pencalonan Jokowi menjadi Presiden. Kala itu, PDI Perjuangan belum memutuskan siapa yang akan dimandatkan menjadi calon Presiden dalam Pilpres 2014.

Panda Nababan yang ketika itu menjadi ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara melihat kharisma dalam pribadi Jokowi. Naluri politik Panda pun berkata, “Dia ini pasti jadi Presiden.”

Perkenalan Panda dengan Jokowi jauh sebelum ia menjadi Presiden. Mereka intens berinteraksi ketika Panda menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan (2005-2010) dan Jokowi menjadi Walikota Solo, Jawa Tengah. Mereka semakin dekat ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2009-2014. Bahkan, saat kunjungan ke Aceh, Jokowi pernah singgah dan sarapan di rumah Panda di Jalan Gajah Mada, Medan, sebelum hendak pulang ke Jakarta dari Bandara Kualanamu.

Setiap pertemuan, keduanya selalu membicarakan apa pun secara terbuka, dari hati ke hati dan tanpa beban. Panda telah mengenal karakter Jokowi yang kuat, melihat langsung kesederhanaannya dalam penampilan dan cara berpikir.

Dalam rapat internal partai di Sumatera Utara, Panda dan teman-teman di DPD kerap berdiskusi siapa calon Presiden yang layak dan berpeluang besar untuk menang. Saat itu, nama Jokowi lebih unggul dibandingkan bakal calon yang lain, seperti Ganjar Pranowo dan Tri Rismaharini.  

Secara bulat dan lengkap, DPD PDIP Sumatera Utara sepakat mengusung Jokowi menjadi calon presiden. Selanjutnya para senior partai dan anggota fraksi di DPRD Sumatera Utara, serta seluruh pengurus DPC, Panda kumpulkan di Kantor DPD, Jalan Hayam Wuruk, Medan.

Merapatkan barisan. Mengambil sikap bersama. Walau ada juga yang tak setuju, 33 DPC PDI Perjuangan Sumatera Utara kompak mencalonkan Jokowi.

Pada September 2013, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDI Perjuangan terselenggara di Ancol. Salah satu agenda, membahas siapa calon presiden yang akan diusung PDI Perjuangan.

Momen ini pun dimanfaatkan oleh Panda. Ia berpidato dengan lantang dan meledak-ledak untuk menarik perhatian.

“Untuk calon Presiden periode 2014-2019…,” kata Panda berhenti sejenak. Suasana hening.

Kemudian, Panda berseru setengah berteriak, “Kami sepakat mendukung….”

Kembali hening.

“Insinyur Joko Widodo atau Jokowi!”

Seluruh 33 DPC Sumut serta-merta berdiri, demonstratif. Sontak terdengar tepuk tangan dan gemuruh-riuh suara meneriakkan nama Jokowi. Rupanya, Panda telah memberikan arahan sebelum acara dimulai. Ia meminta semua delegasi dari 33 DPC mengikuti aba-aba ketika dirinya sebagai delegasi Sumut mendapat giliran bicara. Begitu ada aba-aba, seluruh jajaran kepemimpinan DPC berdiri tegap.

Tanpa disangka, utusan dari DPD-DPD provinsi lain yang belum berani menunjukkan dukungan kepada Jokowi turut memberikan applause. Ketika itu, banyak pemimpin DPD dari daerah lain tidak berani menyatakan isi hatinya. Takut dianggap mendahului Megawati Soekarnoputri.

Misinya selesai, Panda berhasil memecah kebekuan saat itu.

Ketika Rakernas jeda, mantan Menteri Kehutanan pada masa Presiden Megawati (2002-2004), Ir. Prakosa, berceloteh mengomentari statement Panda.

“Subuh itu enggak bisa dipaksakan, sekarang masih magrib,” katanya.

Panda bisa menangkap makna kiasan itu. Panda merasa kesal hingga sengaja merespons dengan nada lantang dan setengah berteriak di antara banyak orang.

“Oh, jadi kau enggak setuju Jokowi? Bilang dong. Kalau kami, sudah kuat pendirian. Dan itu bukan hanya pendapat saya pribadi, tapi kami semua. Soal magrib dan subuh, orang Medan enggak mengerti itu,” tegasnya.

Tekad Panda untuk mendukung Jokowi sebagai calon presiden semakin kuat, apalagi Megawati sebagai ketua umum partai menyatakan langsung kepada Panda, tidak akan mencalonkan diri lagi di Pilpres.

“Kamu pikir saya enggak tahu malu, Pan? Saya sudah kalah tiga kali,” ucap Megawati kepada Panda.

Pada 14 Maret 2014, Megawati mengeluarkan surat mandat kepada Jokowi untuk maju dalam pemilihan Presiden. Perhitungan politik Panda tepat. Apalagi, dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014, PDI Perjuangan memperoleh suara terbanyak secara nasional. Setelah ditetapkan sebagai partai pemenang pemilu, internal partai berkonsentrasi pada pemilihan Presiden pada 9 Juli 2014.

Saat itu, Panda mencium belum ada nuansa yang heroik dalam upaya memenangkan Pilpres 2014. Karena itulah, di hadapan Megawati dan jajaran kepemimpinan partai se-Indonesia, Panda membuat pernyataan dukungan yang cukup berani, dan provokatif.

“Kalau Jokowi kalah di Sumatera Utara, saya selaku ketua DPD akan minum Baygon!” kata Panda secara spontan.

Panda bertekad lebih baik mati jika Jokowi kalah di Sumatera Utara. Ia tidak takut. ‘Toh, kalau saya mati, matinya terhormat,’ pikirnya ketika itu.

Suasana mendadak hening. Jokowi yang turut hadir dalam rapat yang diadakan di Kantor DPP PDIP, di Lenteng Agung, Jakarta Selatan mendengar pernyataan Panda.

Pernyataan “gila” itu akhirnya benar-benar memotivasi rekan-rekannya yang menjadi pemimpin partai di seluruh Indonesia untuk bertekad “hidup atau mati”, bahu-membahu memenangkan Jokowi.

Pernyataan Panda pun benar-benar membekas di hati Megawati. Dalam rapat-rapat internal partai, Megawati kerap mengatakan, “Itu Panda, jangan lupa sumpahnya minum Baygon. Ayo, ketua DPD mana lagi yang berani?”

Ketika musim kampanye Pilpres 2014 tiba, Panda bertemu mantan Menteri Perumahan Rakyat Djan Farid, yang juga menjadi Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pendukung calon Presiden Prabowo Subianto tersebut mengajak Panda bertaruh dengan uang.

“Kalau Prabowo menang, Panda cukup membayar seratus juta rupiah ke saya. Tapi, kalau Jokowi menang, saya akan bayar satu miliar rupiah ke Panda. Panda menyambut tantangannya tanpa pikir panjang.

“Minum Baygon saja saya berani, apalagi cuma taruhan uang,” kata Panda dalam hati.     

Setelah Jokowi jadi Presiden, Panda dan Djan Farid kembali bertemu dalam sebuah acara. Dengan berkelakar, Panda mengingatkannya soal taruhan itu. Awalnya Djan Farid berdalih Panda tak lagi memerlukan uang itu karena jagoannya sudah menang. Namun, Panda akhirnya tetap mendapatkan seratus juta. Iseng, ia lalu kembali bercanda menagih sisa sembilan ratus jutanya.

“Ah, jangan diingat-ingat lagilah itu, Jokowi kan sudah menang,” jawab Djan Farid sambil tertawa lepas.

Cerita selengkapnya bisa dibaca di buku Panda Nababan Lahir sebagai Petarung: Sebuah Otobiografi (2021).


Dalam Rakernas III PDIP di Eco Park Ancol, Panda mewakili DPD Sumut untuk pertama kalinya mencetuskan nama Jokowi sebagai calon Presiden 2014-2019.