Menkumham Amir Syamsuddin (dua dari kiri), dan wakilnya Denny Indrayana (dua 
dari kanan) saat mengunjungi saya di Rutan Salemba
Menkumham Amir Syamsuddin (dua dari kiri), dan wakilnya Denny Indrayana (dua
dari kanan) saat mengunjungi saya di Rutan Salemba
Saya (dua dari kiri) bersama para tokoh dan praktisi hukum, di antaranya pengacara Luhut M. Pangaribuan, Ketua Ombudsman Amzulian Rivai, Ketua MK Anwar Usman, Menkumham Yasonna Laoly, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni, pengacara Juniver Girsang, Hari Ponto, Denny Kailimang, yang hadir dalam acara Munas III Peradi - SAI di Ancol, Februari 2020
Saya (dua dari kiri) bersama para tokoh dan praktisi hukum, di antaranya pengacara Luhut M. Pangaribuan, Ketua Ombudsman Amzulian Rivai, Ketua MK Anwar Usman, Menkumham Yasonna Laoly, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni, pengacara Juniver Girsang, Hari Ponto, Denny Kailimang, yang hadir dalam acara Munas III Peradi – SAI di Ancol, Februari 2020
Kiri ke kanan: Adnan Buyung Nasution, Ali Said, dan pengacara Yan Apul dalam acara HUT Majalah Forum Keadilan
Kiri ke kanan: Adnan Buyung Nasution, Ali Said, dan pengacara Yan Apul dalam acara HUT Majalah Forum Keadilan

Previous
Next

Ora et Labora. Kerja keras dan meminta penyertaan dari Tuhan Sang Pencipta, agar apapun yang kita lakukan, Tuhan jadikan berhasil.

Tuntutan pekerjaan sebagai wartawan investigatif menjadikan Panda Nababan menjalin hubungan baik dengan kalangan pengacara, pakar hukum maupun para penegak hukum. Tugas-tugas peliputannya di wilayah kerja aparat penegak hukum, menuntut Panda untuk mempelajari hal-ihwal hukum.

Padahal, pendidikan Panda sendiri secara formal hanyalah lulusan SMA, dan pernah duduk di dua perguruan tinggi yakni di Universitas HKBP Nommensen Medan dan Universitas Bung Karno, Jakarta. Itupun tidak tamat atau selesai, putus di tengah jalan.

Awalnya, para pengacara, ahli hukum, dan para penegak hukum itu adalah narasumber Panda. Relasi pertemanan pun terjalin dan Panda menyerap pengetahuan mereka. Panda kerap bergaul dan berdiskusi dengan Yap Thiam Hien, Haryono Tjitrosubono, Talas Sianturi, Amir Syamsuddin, O.C. Kaligis, Adnan Buyung Nasution, Albert Hasibuan, R.O. Tambunan, J.E. Sahetapi, Dimyati Hartono, Amin Arjoso, dan banyak lagi pakar hukum.

Panda senang sekali mempelajar kasus-kasus hukum. Peribahasa ‘Malu Bertanya Sesat di Jalan’ menjadi landasan Panda untuk menemui para narasumbernya. Ia tidak pernah malu untuk bertanya, dan berdiskusi panjang-lebar. Tentunya, ia bekali dirinya dengan membaca dan mencari referensi terkait hal-hal yang akan ditanyakan atau didiskusikan.

Ibarat sambil menyelam, minum air. Cara Panda tersebut membuat pengetahuannya tentang ilmu hukum boleh jadi tidak kalah dengan mereka yang memang punya gelar akademis ilmu hukum.

Selain belajar ilmu hukum, Panda tak serta-merta menjadikan narasumbernya hanya sebagai ruang untuk bertanya. Bertukar nomor telepon dan berkomunikasi membuat hubungan baik terjalin dengan para petinggi di institusi-institusi hukum, seperti dengan Kepala Polda, Kepala Polri, Kepala Kejaksaan Tinggi, Jaksa Agung Muda, dan Jaksa Agung. Karena hal itu, banyak pengacara dan ahli hukum meminta tolong bila ingin bertemu dengan para petinggi tersebut. Ada semacam simbiosis mutualisme antara Panda dan mereka.

Amir Syamsuddin misalnya. Mantan Menteri Hukum dan HAM ini pernah meminta tolong Panda untuk dipertemukan dengan Tahir, Direktur Jendral Bea dan Cukai. Amir ingin mengurus masalah yang menimpa kliennya yang ditangkap aparat Ditjen Bea dan Cukai. Barang-barang impor kliennya ditahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Amir orangnya pintar. Dari dia, Panda banyak belajar. Sebaliknya, Amir mengatakan ingin belajar politik dari Panda. Di kemudian hari, Amir terjun ke dunia politik melalui Partai Demokrat.

Begitu pula Adnan Buyung Nasution. Dia pernah meminta tolong dipertemukan dengan Jaksa Agung Sukarton (1988-1990).  Setelah mengetahui kasusnya, Panda pertemukan Buyung dengan Jaksa Agung di kawasan Jakarta Selatan.

Ada lagi Albert Hasibuan, Panda pernah menjadikannya pengacara untuk tersangka pelaku kasus penyelundupan besar, Liem Keng Eng. Kala itu, kantor Albert Hasibuan masih sederhana di kawasan pertokoan Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat.

Liem Keng Eng sempat buron dan ditangkap di Singapura. Setelah dibawa ke Indonesia, Panda mewawancarai Liem. Selesai wawancara, Liem menanyakan kepada Panda apakah ada pengacara yang bisa membantu dirinya.

Panda pun menemui Albert Hasibuan, memberi tahu bahwa Liem membutuhkan pengacara. Dari honornya, Panda mendapat pemasukan besar dengan menjadi kuasa hukum Liem Keng Eng. Setelah menangani perkara ini, kehidupan ekonomi Albert semakin membaik dan kantornya pindah ke tempat yang lebih besar di kawasan Jakarta Pusat.

Bisa dibilang, hampir semua pengacara yang beken namanya di negeri ini pernah meminta bantuan kepada Panda, termasuk Denny Kailimang dan Rudy Lontoh. Panda dengan senang hati membantu mereka, terutama dari sisi persahabatan.

Bahkan, sewaktu menjadi anggota Komisi Hukum DPR, Panda pernah mempertemukan banyak pengacara dengan Kepala Polri Jenderal Polisi Da’i Bachtiar, terkait peraturan yang dikeluarkan Kapolri dan diprotes kalangan pengacara. Pengacara-pengacara itu antara lain Luhut M. Pangaribuan, Otto Hasibuan, dan O.C. Kaligis.

Pengalaman lain, Panda pernah menjadi konsultan hukum. Berawal dari mengenal beberapa pengacara muda di Kantor Pengacara O.C. Kaligis. Mereka adalah Juniver Girsang, Poltak Hutajulu, Hamdan Zoelva, Sri Haryanti Akadijati, dan Januardi S. Hariwibowo. Agar lebih berkembang, Panda menyarankan agar mereka membuka firma hukum sendiri. Panda mengatakan, akan membantu mereka, misalnya bila ingin bertemu dengan para pejabat di lembaga hukum negara, seperti halnya saya sering membantu O.C. Kaligis, bos mereka.

Mereka pun menyetujui saran Panda dan menyewa kantor di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Nama kantor hukumnya singkatan dari nama mereka, SPJH Law Firm.

Dari kerja sama ini, Panda mendapat tambahan penghasilan, terutama jika bisa mendapatkan klien, selain mendapatkan tambahan ilmu hukum dan relasi. Tidak diizinkannya Panda menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Forum Keadilan oleh penguasa ketika itu, membuatnya  tidak punya beban bergerak di luar redaksi.

O.C. Kaligis sempat bertanya, “Aduh, Pan, ngapain kau bajak semua?”

Panda menjawab, “Cukuplah tempatmu menjadi kawah candradimuka pengacara-pengacara muda ditempa. Lagian, mereka perlu berkembang.”

Kaligis memahami alasan tersebut dan melepaskan kawan-kawan mudanya untuk mengembangkan karir sebagai pengacara.

Hubungan Panda dengan O.C. Kaligis tetap baik sampai sekarang. SPJH Law Firm banyak menangani perkara besar, seperti perkara yang melibatkan Siti Nurbaya Bakar (yang kemudian menjadi Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup) saat menjadi pejabat di Lampung. Djan Farid (yang kelak menjadi Menteri Perumahan Rakyat di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) sewaktu menjadi kontraktor di Padang.

Meski terlibat dalam firma hukum tersebut, apa yang Panda lakukan di sana tidak memengaruhi redaksi Forum Keadilan. Karni Ilyas sebagai pemimpin redaksinya, mengetahui soal ini. Atas hal ini Panda disiplin.

Justru, Panda merasa terbantu karena banyak pengetahuan yang membantu tugasnya sebagai wartawan, seperti pengetahuan memecahkan masalah (problem solving) hukum. Dengan begitu, kalau ada masyarakat yang mengadu mengenai masalah-masalah hukum ke media tempat Panda bekerja, Ia bisa dengan cepat memahami duduk soalnya.

Firma hukum itu berhenti beroperasi setelah masing-masing dari mereka mendirikan kantor hukum sendiri. Hamdan Zoelva kemudian terjun ke dunia politik dan menjadi anggota DPR sama halnya Panda, bahkan menjadi Ketua Mahkamah Konstitusional. Setelah Panda tidak lagi menjadi anggota DPR, Juniver Girsang meminta Panda menjadi penasihat di firma hukumnya: Juniver Girsang & Partners, sampai sekarang.

Pengalaman-pangalaan itu juga membuat Panda dipercaya membidani lahirnya majalah Forum Keadilan oleh pihak kejaksaan. Panda juga intens terlibat dalam upaya mengatasi perpecahan di tubuh Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) dan ikut mendirikan Jakarta Lawyers Club (JLC) pada 6 Mei 1992, yang belakangan berganti nama menjadi Indonesia Lawyers Club (ILC). Lagi-lagi, Panda adalah satu-satunya pendiri JLC (ILC) yang bukan sarjana hukum atau lawyer.

Dalam perjalanannya, JLC berubah menjadi ILC, dianggap seperti milik pribadi Karni Ilyas dan menjadi “trade mark”-nya di sebuah stasiun televisi yang dia pimpin. Karni tidak menginformasikan kepada Panda tentang perubahan JLC menjadi ILC. Padahal, ide membentuk JLC itu berawal dari seringnya mereka membuat forum diskusi hukum dengan Majalah Forum Keadilan sebagai tuan rumahnya.

Seiring berjalannya waktu, pergaulan Panda dengan pengacara dan ahli hukum semakin meluas. Panda bersahabat dekat dengan Baharuddin Lopa, Profesor Romli Atmasasmita, Profesor Andi Hamzah, Profesor Harun Alrasjid, dan lain-lain. Panda sering mendesain seminar atau diskusi mengenai topik hukum tertentu, melibatkan pakar hukum, Jaksa Agung, Kapolri, atau Ketua Mahkamah Agung.

Jadi, Panda mempelajari ilmu hukum secara otodidak, baik melalui buku-buku maupun melalui diskusi dengan para pengacara, ahli hukum, dan para penegak hukum.

Ketika duduk di bangku Parlemen, Panda sering diundang di televisi untuk berdebat dengan pakar-pakar hukum jika ada masalah hukum yang hangat diperbincangkan. Sebelum diskusi atau perdebatan dimulai, Panda tidak lupa berdoa, meminta supaya Tuhan membimbingnya bicara, karena yang menjadi lawan dialog ini pakar-pakar hukum, profesor, dan ditonton jutaan rakyat Indonesia pula.

Cerita lengkapnya bisa dibaca di buku Panda Nababan Lahir sebagai Petarung: Sebuah Otobiografi(2021).